ASIYAH BINTI MUZAHIM: Wanita Tangguh Pejuang Tauhid

 


Alkisah di negeri Mesir, Firaun terakhir yang terkenal dengan keganasannya bertahta. Setelah kematian sang isteri, Firaun kejam itu hidup sendiri tanpa pendamping. Hingga sampailah ke telinga Firaun sebuah cerita tentang seorang gadis jelita dari keturunan keluarga Imran bernama Siti Asiyah.



Firaun lalu mengutus seorang Menteri bernama Haman untuk meminang Siti Asiyah. Orangtua Asiyah bertanya kepada Siti Asiyah : "Sudikah ananda dinikahi Firaun?" "Bagaimana saya sudi dinikahi Firaun? Sedangkan dia terkenal sebagai raja yang ingkar kepada Allah?" Haman lalu kembali pada Firaun. Alangkah marahnya Firaun mendengar kabar penolakan Siti Asiyah. "Haman, berani betul Imran menolak permintaan raja. Seret mereka kemari. Biar aku sendiri yang menghukumnya!" 



Firaun kemudian mengutus tentaranya untuk menangkap orang tua Siti Asiyah. Setelah disiksa begitu keji, keduanya lantas dijebloskan ke dalam penjara. Siti Asiyah digiring ke Istana dan dibawa ke penjara tempat kedua orangtuanya dikurung. Kemudian, di hadapan orangtuanya yang nyaris tak berdaya, Firaun berkata: "Hai, Asiyah. Jika engkau seorang anak yang baik, tentulah engkau sayang terhadap kedua orangtuamu. Oleh karena itu, engkau boleh memilih satu di antara dua pilihan yang kuajukan. Kalau kau menerima lamaranku, berarti engkau akan hidup senang, dan pasti kubebaskan kedua orangtuamu dari penjara laknat ini. Sebaliknya, jika engkau menolak lamaranku maka engkau sudah tahu apa yang akan aku lakukan."



Karena ancaman itu, Siti Asiyah terpaksa menerima pinangan Firaun. Dengan mengajukan beberapa syarat yakni: Firaun harus membebaskan orangtuanya, membuatkan rumah untuk ayah dan ibunya, yang indah lagi lengkap perabotannya, dan Firaun harus menjamin kesehatan, makan, minum kedua orangtuanya, baru setelah syarakt itu terpenuhi, Siti Aisyah bersedia menjadi isteri Firaun yang Hadir dalam acara-acara tertentu, tapi tak bersedia tidur bersama Firaun. Sekiranya permintaan-permintaan tersebut tidak disetujui, Siti Asiyah rela mati dibunuh bersama ibu dan bapaknya.



Akhirnya Firaun menyetujui syarat-syarat yang diajukan Siti Asiyah. Firaun lalu memerintahkan agar rantai belenggu yang ada di kaki dan tangan orangtua Siti Asiyah dibuka. Singkat cerita, Siti Asiyah tinggal dalam kemewahan Istana bersama Firaun. Namun ia tetap tak mau berbuat ingkar terhadap perintah agama, dengan tetap melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Pada malam hari Siti Asiyah selalu mengerjakan shalat dan memohon pertolongan Allah SWT. la senantiasa berdoa agar kehormatannya tidak disentuh oleh orang kafir, meskipun suaminya sendiri, Firaun. Untuk menjaga kehormatan Siti Asiyah, Allah SWT telah menciptakan iblis yang mengaku sebagai Siti Asiyah. Dialah iblis yang setiap malam tidur dan bergaul dengan Firaun.



Firaun mempunyai seorang pegawai yang amat dipercaya bernama Hazaqil. Hazaqil sangat taat dan beriman kepada Allah SWT. Beliau adalah suami Siti Masyitoh, yang bekerja sebagai juru hias istana, yang juga amat taat dan beriman kepada Allah SWT. Namun demikian, dengan suatu upaya yang hati-hati, mereka berhasil merahasiakan ketaatan mereka terhadap Allah. Dari pengamatan Firaun yang kafir.



Suatu kali, terjadi perdebatan hebat antara Firaun dengan Hazaqil, disaat Firaun menjatuhkan hukuman mati terhadap seorang ahli sihir, yang menyatakan keimanannya atas ajaran Nabi Musa as. Hazaqil menentang keras hukuman tersebut. Mendengar penentangan Hazaqil, Firaun menjadi marah. Firaun jadi bisa mengetahui siapa sebenarnya Hazaqil. Firaun lalu menjatuhkan hukuman mati kepada Hazaqil. Hazaqil menerimanya dengan tabah, tanpa merasa gentar sebab yakin dirinya benar. Hazaqil menghembuskan nafas terakhir dalam keadaan tangan terikat pada pohon kurma, dengan tubuh penuh ditembusi anak panah. Sang istri, Masyitoh, teramat sedih atas kematian suami yang amat disayanginya itu, la senantiasa dirundung kesedihan setelah kejadian tersebut, dan tiada lagi tempat mengadu kecuali kepada anak-anaknya yang masih kecil.



Suatu hari, Masyitoh mengadukan nasibnya kepada Siti Asiyah. Di akhir pembicaraan mereka, Siti Asiyah menceritakan keadaan dirinya yang sebenarnya, bahwa iapun menyembunyikan ketaatannya dari Firaun. Barulah keduanya menyadari, bahwa mereka sama-sama beriman kepada Allah SWT dan Nabi Musa as. Pada suatu hari, ketika Masyitoh sedang menyisir rambut puteri Firaun, tanpa sengaja sisirnya terjatuh ke lantai. Tak sengaja pula, saat memungutnya Masyitoh berkata : "Dengan nama Allah binasalah Firaun." Mendengarkan ucapan Masyitoh, Puteri Firaun merasa tersinggung lalu mengancam akan melaporkan kepada ayahandanya. Tak sedikitpun Masyitoh merasa gentar mendengar hardikan sang puteri. Sehingga akhirnya, ia dipanggil juga oleh Firaun. Saat Masyitoh menghadap Firaun, pertanyaan pertama yang diajukan kepadanya adalah: "Apa betul kau telah mengucapkan kata-kata penghinaan terhadapku, sebagaimana penuturan anakku? Dan siapakah Tuhan yang engkau sembah selama ini?" 



Mendengar pertanyaan Fir'aun, Masyitoh lantas menjawabnya dengan berani. "Betul, Baginda Raja yang dhalim. Tiada Tuhan selain Allah yang sesungguhnya menguasai segala alam dan isinya." Mendengar jawaban Masyitoh, Firaun menjadi teramat marah, sehingga memerintahkan pengawalnya untuk memanaskan minyak sekuali besar. Saat minyak itu mendidih, pengawal kerajaan memanggil banyak orang untuk menyaksikan hukuman yang telah dijatuhkan pada Masyitoh. Sekali lagi, Masyitoh dipanggil dan dipersilakan untuk memilih, jika ingin selamat bersama kedua anaknya, Masyitoh harus mengingkari Allah. Masyitoh harus mengakui bahwa Firaun adalah Tuhan yang patut disembah. Jika Masyitoh tetap tak mau mengakui Firaun sebagai Tuhannya, Masyitoh akan dimasukkan ke dalam kuali, lengkap bersama kedua anak-anaknya.



Masyitoh teguh pada pendiriannya untuk beriman kepada Allah SWT. Masyitoh kemudian membawa kedua anaknya menuju ke atas kuali tersebut. la sempat ragu ketika memandang anaknya yang berada dalam pelukan, tengah asyik menyusu. Karena takdir Allah, anak yang masih kecil itu dapat berkata, "Jangan takut wahai Ibuku. Karena kematian kita, akan mendapat ganjaran dari Allah SWT, dan pintu surga akan terbuka menanti kedatangan kita." Masyitoh dan anak-anaknya pun terjun ke dalam kuali berisikan minyak mendidih itu. Tanpa tangis, tanpa takut dan tak keluar jeritan dari mulutnya. Saat itupun terjadi keanehan. Tiba-tiba, tercium wangi semerbak harum dari kuali berisi minyak mendidih itu.

 


Siti Asiyah yang menyaksikan kejadian itu, melaknat Firaun dengan kata-kata yang pedas. Ia pun menyatakan tak sudi lagi diperisteri oleh Firaun, dan lebih memilih keadaan mati seperti Masyitoh. Mendengar ucapan Isterinya, Firaun menjadi marah dan menganggap bahwa Siti Asiyah telah gila. Firaun kemudian menyiksa Siti Asiyah, Kaki dan tangannya diikat di tiang-tiang. Wajahnya dihadapkan ke matahari. Ketika orang-orang menyingkir, Malaikat menolong Asiyah dengan menghalangi panasnya matahari. Lalu Firaun memerintahkan untuk menjatuhkan batu besar pada dada Asiyah. Nyawa Siti Asiyah sudah dicabut Allah, sehingga tidak terasa sakit. Tak diberinya makan dan minum, sehingga Siti Asiyah meninggal dunia.



Hal menarik yang bisa kita jadikan perenungan di antaranya adalah, bahwa Asiyah Perempuan Cantik yang hidup pada masa Nabi Musa dan beriman kepada Allah SWT. Ia tak kuasa menolak menjadi istri Firaun karena hal buruk akan menimpa keluarganya. Meski menjadi istri kesayangan Firaun, sebenarnya Raja lalim itu tak pernah berhasil membujuknya. Bahkan, Asiyah berhasil Mempertahankan Keimanannya tanpa sepengetahuan Firaun.



Asiyah pun menjadi inspirasi pengambilan keputusan Firaun dalam beberapa kesempatan penting. Keimanan dan Kecerdasannya mendorongnya mengoptimalkan peran di mata banyak hunafa (orang-orang yang hanif) Bani Israil yang diselamatkan berkat usulannya. Keputusan mengasuh Musa kecil juga atas inisiatif Asiyah. Allah pun membantunya dengan menurunkan rasa cinta Firaun kepada Musa. Bagi Asiyah, hidup dalam lingkungan musuh Allah bukanlah penghalang menjadi Perempuan Baik dan Pekuang Dakwah yang gigih. la bergabung dalam barisan dakwah Nabi Musa dan pada akhirnya mendatangkan kemurkaan Firaun.



Alangkah beratnya ujian yang harus dihadapinya, disiksa oleh suaminya sendiri. Namun, akankah siksaan itu menggeser keteguhan hati Asiyah walau barang sedetik? Sungguh siksaan itu tida sedikit pun mampu menggeser keimanan wanita mulia itu. Akan tetapi, siksaan-siksaan itu justeru semakin menguatkan keimanannya. Iman yang berangkat dari hati yang tulus, apapun yang menimpanya tidak sebanding dengan harapan atas apa yang dijanjikan di sisi Allah Tabaroka wa Ta'ala. 



Maka Allah pun tidak menyia-nyiakan keteguhan iman wanita ini. Ketika Firaun dan algojonya meninggalkan Asiyah, para malaikat pun datang menaunginya. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Siti Asiyah sempat berdoa kepada Allah SWT, sebagaimana termaktub dalam firman-Nya: "Dan Allah membuat isteri Firaun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: "Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga. Selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya juga selamatkanlah aku dari kaum yang zalim." (Q.S. At-Tahrim [66] : 11)



Di tengah beratnya siksaan yang menimpanya, wanita mulia ini senantiasa berdoa memohon untuk dibuatkan rumah di surga. Allah mengabulkan doa Asiyah, maka disingkaplah hijab dan ia melihat rumahnya yang dibangun di dalam surga. Diabadikanlah doa wanita mulia ini di dalam Al-Quran.  Ketika melihat rumahnya di surga dibangun, maka berbahagialah wanita mulia ini. Semakin hari semakin kuat kerinduan hatinya untuk memasukinya. Ia tak peduli lagi dengan siksaan Firaun dan algojonya. la malah tersenyum gembira yang membuat Firaun bingung dan terheran-heran. 



Bagaimana mungkin orang yang disiksa justeru tertawa riang? Sungguh terasa aneh semua itu baginya. Jika seandainya apa yang dilihat wanita ini ditampakkan juga padanya, maka kekuasaan dan kerajaannya tidak ada apa-apanya. Asiyah berhasil Mewarnai lingkungannya, bukan sebaliknya malah Terwarnai dengan perilaku tidak benar, padahal kalau saja Asiyah patuh saja dengan Firaun maka hidupnya akan jauh lebih 'bahagia' dan 'sejahtera'.



Akhirnya, Asiyah menutup riwayat hidupnya dalam siksaan keji suaminya sendiri. Sebuah bentuk Pengorbanan yang total terhadap Allah dan Ketaatan yang Paripurna dari seorang hamba kepada Sang Pencipta. Maka tibalah saat-saat terakhir di dunia. Allah mencabut jiwa suci wanita shalihah ini dan menaikkannya menuju rahmat dan keridhaan-Nya. Berakhir sudah penderitaan dan siksaan dunia, siksaan dari suami yang tak berperikemanusiaan.



Tidakkah kita iri dengan kedudukan wanita mulia ini? Apakah kita tidak menginginkan kedudukan itu? Kedudukan tertinggi di sisi Allah Yang Maha Tinggi. Akan tetapi, adakah kita telah berbuat amal untuk meraih kemuliaan itu? Kemuliaan yang hanya bisa diraih dengan amal shalih dan pengorbanan. Tidak ada kemuliaan yang diraih dengan kemawahan yang memanjakan diri. Tidakkah kita menjadikan Asiyah sebagai teladan hidup kita untuk meraih kemuliaan itu? Apakah kita tidak malu dengannya? Dimana dia seorang istri raja, gemerlap dunia mampu diraihnya, istana dan segala kemewahannya dapat dengan mudah dinikmatinya. Namun, apa yang dipilihnya? la lebih memilih disiksa dan menderita karena keteguhan hati dan keimanannya. Ia lebih memilih kemuliaan di sisi Allah, bukan di sisi manusia. Janganlah dunia yang tak seberapa ini melenakan kita untuk meraih janji Allah Ta'ala, surga dan kenikmatannya. Jangan sampai hanya karena alasan kondisi, kita mengorbankan keimanan kita, mengorbankan aqidah kita. 



Marilah kita teladani Asiyah binti Muzahim dalam mempertahankan iman. Jangan sampai bujuk rayu setan dan bala tentaranya menggoyahkan keyakinan kita. Janganlah penilaian manusia dijadikan ukuran, tapi jadikan penilaian Allah sebagai tujuan. Apapun keadaan yang menghimpit kita, seberat apapun situasinya, hendaknya ridha Allah lebih utama. Mudah-mudahan Allah mengkaruniakan surga tertinggi yang penuh kenikmatan kepada kita, Amin Ya Rabbal 'Alamin.



Demikian kisah Siti Asiyah dan yang berkaitan. Semoga muslimah sekalian bisa mengambil hikmah dan meneladani sikap dan perilaku beliau yang meninggal dalam keadaan teguh menggenggam Tauhid". 

Sumber Refrensi kitab 'uqudul-lujjain

Wallahu alam bi As-shawwab ...

Posting Komentar

0 Komentar