PANTASKAH JIKA MANUSIA MENANGIS KARENA POPULASI ALAM YANG SEMAKIN TIPIS?

 


Manusia dan alam memiliki keterkaitan erat dan saling berkesinambungan satu dengan yang lain dalam proses pembentukan ekosistem di bumi. Alam yang mencukupi seluruh keperluan hidup manusia, dan kehidupan manusia yang bergantung penuh pada alam merupakan hukum semesta yang mutlak dan tidak bisa dielak. Maka sudah sepatutnya menjadi tugas manusia untuk menjaga keseimbangan Alam serta melestarikannya. 



Namun, akankah keselarasan dua komponen tadi tetap berjalan normal jika salah satu mulai kehilangan eksistensi akibat keapatisan yang lain? Apa lagi dengan seluruh fenomena alam yang terjadi belakangan ini yang membuat alam semakin kehilangan dirinya sebab ketamakan manusia yang membabat habis populasinya demi memenuhi kebutuhan mereka yang semakin tidak terkendali?



Masalah tersebut sangat penting untuk diangkat menjadi sebuah kajian khusus, mengingat keseimbangan alam yang kian hari terkikis habis oleh sifat rakus manusia yang ingin berkuasa. Pembalakan hutan, drama pembakaran hutan, hingga pembukaan lahan dengan dalih kesejahteraan umat manusia tanpa adanya pelestarian tentu bukan suatu hal yang patut disambut hangat oleh pihak berwajib. Lantas, pantaskah jika manusia menangis karena populasi alam yang semakin tipis?



Menurut Stockholm United Nation Converence on Human Enviromental pada tahun 1972 yang mengemukakan definisi dari pembangunan berkelanjutan, merupakan segala sumber daya alam di bumi, termasuk udara, air, tanah, serta flora dan fauna. Terutama contoh yang mewakili bagian dari ekosistem alam dan harus dijaga supaya aman untuk kepentingan generasi sekarang serta generasi yang akan datang melalui perencanaan atau manajemen yang sesuai dan hati-hati. 



Menilik deklarasi di atas, dapat ditarik benang merah bahwa penting dan tidak ternilai harganya alam bagi kehidupan kita, oleh sebab itu, wajib hukumnya menjaga serta melestarikannya agar tidak habis digunakan generasi masa kini saja, tapi juga dapat dirasakan oleh generasi masa depan. Dengan mengaplikasikan definisi tadi, pada kondisi Indonesia saat ini, maka 30-50 tahun mendatang, generasi kita tidak akan kelabakan mencari Sumber Alam, juga dengan usaha tadi tentu akan membuat situasi hutan kita membaik. 



Namun, realita yang terjadi saat ini tidak sepenuhnya berjalan sedemikian rupa, mereka yang mau peduli dan menjaga kelestarian alam bisa dihitung jari, kelompok yang sadar akan pentingnya hutan hanya segelintir saja, sisanya berlomba-lomba untuk membuka lahan baru yang selanjutnya tentu akan mereka tanami gedung dan bangunan untuk ladang uang mereka di masa depan. Sudah lazim sekali kita jumpai proyek pembangunan yang sebelumnya telah melalui proses pembabatan hutan, dan anehnya tidak ada kesadaran bahwa hal itu membahayakan kepentingan umat manusia di masa depan. 



Pembalakan hutan yang terjadi akhir-akhir ini tentu dilatar belakangi oleh kepentingan suatu pihak, proyek pembangunan hanya untuk mereka yang memiliki kuasa. Alam, yang tidak bersalah apa pun menjadi sasaran pembabatan habis oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Sungguh, fenomena yang miris sekali. Maka, kampanye pembangunan berkelanjutan menjadi hal yang wajib dielukan, karena jika bukan dari kita, dari siapa lagi? Melestarikan alam dan menjaganya menjadi sebuah kewajiban seluruh rakyat, bahkan hukum kewajibannya bisa melebihi pajak. 



Sumber daya Alam merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia di bumi, tidak ada manusia yang tidak bergantung pada alam, maka sudah sepatutnya kita sebagai bagian yang bergantung menjaganya agar tetap lestari, bukan malah memnafaatkannya demi kepentingan pribadi kita sendiri. Maka, program reboisasi harus dilaksanakan dari sekarang agar kebutuhan generasi kita di masa yang akan datang terpenuhi. 



Mohon maaf atas segala kata yang kurang berkenan, semoga artikel ini bermanfaat, dan semoga harimu menyenangkan ... ^^

Posting Komentar

0 Komentar